//

Terus, Kalo Gue Lulusan PLS Gue Harus Bilang Wow,Gitu !!


Sebuah Coretan Kecil Mahasiswa PLS Tentang Jurusan PLS  (Part 1)


Beberapa waktu yang lalu di web imadiklus.com muncul sebuah postingan yang cukup mencengangkan dan mengejutkan bagi saya pribadi,di postingan tersubut berjudul “Tutup saja jurusan PLS, Kasihan adik2 yang lain”. Postingan tersebut telah menjadi(lagi) trending topic PLS dalam beberapa minggu ini di dunia maya. Kita semua tahu dan kita semua paham betul apa yang menjadi kekhawatiran kita terkait jurusan ini. Memang, sampai ini belum ada salah satu frasa ataupun kalimat yang bisa membuat kita lega akan jadi apa lulusan PLS ini.
Beberapa pertanyaan yang kerap muncul dalam komentar-komentar dan umpatan-umpatan kecil dalam sepak terjang jurusan ini adalah : Mau jadi apa lulusan PLS?Tutor? Pamong? Penilik? Guru? Pengelola PKBM? Dan yang perlu digaris bawahi dalam pertanyaan tersebut adalah bagaimana kompetensi lulusan PLS?Ironisnya tidak ada jawaban yang pasti untuk dapat direnungkan dengan hati dan pikiran yang hakiki. Jangankan mahasiswa, dosen serta lembaga terkait dengan PLS sendiri pun tidak bisa memberikan jawaban yang pasti tentang lulusan PLS. Seolah olah lulusan PLS adalah momok yang paling menakutkan dalam perkembangan karir di dunia pendidikan.361 2955354581217 1749873371 n e1343974499826 300x225 Terus, Kalo Gue Lulusan PLS Gue Harus Bilang Wow,Gitu !!
Tidak ada yang perlu menjadi kambing hitam dalam realita lulusan ini. Karena pada hakikatnya kita semua harus bertanggungjawab kepada jurusan yang sudah membuat kita seperti ini. Masih segar dalam ingatan saya perkataan dosen bahwapendidikan luar sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional, mencakup pula bentuk-bentuk pendidikan lainnya sepanjang pendidikan tersebut diselenggarakan di luar jalur (subsistem) pendidikan sekolah yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat diperoleh dalam jalur pendidikan sekolah. Selain itu dalam ceramah dosen saya tersebut menerangkan bahwa  tenaga PLS yang profesional memiliki ciri-ciri: dapat mendidik, membentuk, mengelola dan mengembangkan satuan pendidikan, mengenal kebutuhan belajar calon peserta didik, dapat mempertemukan peserta didik dengan sumber belajar, berkepribadian, dan memiliki komitmen dan perhatian terhadap perkembangan peserta didik. Seketika moral kita sebagai mahasiswa kian terangkat dengan ceramah tersebut, namun apa yang terjadi ketika idealisme tidak sesuai dengan realita yang terjadi di lapangan?Sebagian besar lulusan PLS tidak bangga akan almamaternya dan merasa sakit hati dengan pilihan yang dia pilih. Sampai-sampai memprovokasi adik-adik tingkatnya untuk singgah ke jurusan lain daripada menghuni jurusan yang belum bisa menjamin masa depan yang akan ditempuhnya. Disisi lain banyak sekali lahan PLS yang diembat oleh orang2 yang bukan berasal dari jurusan PLS namun kita sebagai orang PLS terus menuntut kesejahteraan dan pekerjaan yang layak demi masa depan.
Sahabat,perlu kita pahami bahwa banyak mitra kerja pendidikan luar sekolah namun tidak banyak orang yang tahu persis bahwa cara kerjanya sama dengan pendidikan luar sekolah. Berdasarkan pengalaman para pendahulu dan senior PLS, selama periode orde baru sarjana pendidikan luar sekolah diterima dan diangkat sebagai pekerja pada berbagai Kantor Dinas/Badan seperti: Dinas Pendidikan (Bidang PAUDNI, BPPNFI, SKB), Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, BKKBN, Badan Diklat dan berbagai instansi pemerintah lainnya. Sedangkan guru sarjana PLS disiapkan mengajar mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi untuk jurusan IPS. Tidak ada yang namanya ekpresi dan emosi yang berupa keluhan dankegalauan para sarjana tersebut seolah olah sarjana PLS sudah mendapatkan ”rumah” dalam jenjang karier mereka. Berbeda dengan masa sekarang, betapa sulitnya para sarjana PLS menyambung hidup untuk berkarier di instansi pemerintahan dan tidak sedikit keluhan para sarjana terhadap relevansi jurusan PLS ini.
Kehadiran nama yang berubah-ubah, baik di tingkat pusat maupun di daerah, disertai lajunya reformasi yang kebablasan, membuat lapangan kerja sarjana PLS jadi sedikit terhambat. Hal ini tidak lain, pihak pemerintah dalam perencanaan pegawainya tidak terlalu banyak melihat tupoksi kesarjanaan yang ingin diterima. Sehingga membuat lapangan kerja sarjana yang berdasarkan tupoksinya jadi tidak muncul ke permukaan. Dengan lajunya era reformasi dewasa ini, membuat perencanaan PNS kita sering tidak melihat tupoksi sarjana. Akibatnya sarjana yang dipekerjakan seakan-akan asal-asalan.
Sungguh menyedihkan, jikalau bidang pendidikan nonformal dan informal, baik tingkat  provinsi maupun kabupaten/kota menjauhi terhadap jurusan PLS, tentu akan menjadikan ketidakharmonisan. Karena program dari pusat yakni: Dirjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berkali-kali berubah. Sepertinya tidak ada pendirian. Perubahan nama sekarang sudah pertanda PLS bakal ditinggalkan. Karena kelompok yang kurang setuju dengan PLS lebih mudah melepas profesi PLS dari Dirjen ini. Ini sebuah wahana buruk bagi masa depan PLS. Apa lagi kalau Dirjen PLS diberi nama Dirjen PAUDNI. Jelas tidak ada hubungan antara Jurusan PLS dengan PAUDNI, Yang ada hanyalah kepentingan birokrasi yang telah menodai makna dan filosofi dari pendidikan luar sekolah. Apabila hal ini tetap terjadi mau tidak mau PLS harus berputar haluan agar tidak menjadi virus yang menggerogoti sistem pendidikan di Indonesia.
Ada cemoohan mahasiswa, kenapa bidang PLS tidak diduki oleh orang yang sarjana PLS. Anggapan mereka jika orang-orang yang bekerja dibidang PAUDNI ditempatkan mereka yang cocok kesarjaannya (PLS), dan bukan asal pasang kesarjanaan itu, maka perkembangan PAUDNI di Provinsi dan Kabupaten/Kota tentu jauh lebih baik dari masa sekarang. PAUDNI sebenarnya adalah pekerjaan teknis, dan beda sekali dengan bidang lain. Namun pada kenyataan pada bidang PAUDNI ini,  tidak semua orang tahu apa onderdil PLS itu. Jika di tempatkan orang-orang yang bukan ahlinya, dan semata-mata mencari jabatan belaka, maka tunggu kehancurannya. (yab)

Wandera
Mahasiswa PLS UM
.terus gue harus bilang wow gitu.cpns 2012 untuk s1 pls.trus gue harus bilang woow gitu.trus gue harus.TERUS GUE HARUS BILANG WOW.terus gue bilang wow.lulusan pls.kerja sarjana pls.kebutuhan tenaga dosen.trus w harus bilang wow.

Alumni PLS tidak bisa masuk dalam sertifikasi guru PAUD?



PLS Alumni PLS tidak bisa masuk dalam sertifikasi guru PAUD?Kenapa ya alumni PLS tidak bisa masuk dalam sertifikasi guru PAUD?, hanya mengutip untuk  saja sebuah pertanyaan teman KK senior di forum Imadiklus, dan mencoba memposting ulang dari PENCERAHAN PENDIDIKAN NONFORMALsebagai berikut
Konsep pendidikan anak usia dini (PAUD) terpadu adalah memadukan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal (kelompok bermain, tempat penitipan anak/TPA dan satuan PAUD sejenis) dan jalur pendidikan formal (Taman Kanak-Kanak/TK) ke dalam satu kelembagaan. Namun keterpaduan ini bisa menyisakan masalah, terutama terkait dengan masalah pendidik. Hal ini disebabkan guru TK selama ini masuk dalam skema sertifikasi guru. Sedangkan pendidik kelompok bermain dan TPA belum masuk dalam skema sertifikasi guru.
Mengacu pada UU nomor 14 Tahun 2005 guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan kepada mereka inilah program sertifikasi guru diberlakukan, bukan belum pada guru pada PAUD satuan pendidikan nonformal (kelompok bermain/TPA).
Kenyataan di lapangan, pendidik PAUD jalur nonformal oleh anak-anak dan masyarakat juga dipanggil dengan sebutan guru. Demikian pula jika merujuk pada Permendiknas nomor 58 Tahun 2009 tentangStandar Pendidikan Anak Usia Dini, pendidik pada jalur pendidikan nonformal terdiri atas guru, guru pendamping dan pengasuh. Sebutan guru bagi pendidik PAUD yang memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi guru sebagaimana diatur dalam Permendiknas nomor 16 Tahun 2007. Sedangkan pendidik PAUD yang belum memenuhi kualifikasi disebut sebagai guru pendamping.
Sementara itu pembentukan lembaga PAUD terpadu merupakan upaya untuk meniadakan dikotomi antara PAUD jalur pendidikan formal dan PAUD pendidikan nonformal. Disamping itu, PAUD Terpadu dirilis pemerintah guna meningkatkan angka partisipasi dari 56 persen pada saat ini menjadi 75 persen pada 2015. Upaya yang dilakukan bekerjasama dengan pemerintah daerah, ormas perempuan hingga pemilik taman kanak-kanak (TK). Saat ini lembaga PAUD terpadu sudah mulai tumbuh dan berkembang. Bahkan ada beberapa daerah yang sudah meregulasi lembaga PAUD terpadu dalam peraturan bupati/walikota.
Namun demikian upaya yang baik ini bisa menyisakan persoalan, yaitu adanya kecemburuan antara guru TK dan guru PAUD nonformal. Kondisi ini sudah ditengarai adanya upaya memasukkan guru PAUD jalur pendidikan nonformal ke dalam kelompok guru TK oleh lembaga PAUD yang diselenggarakan oleh masyarakat. Hal tersebut sebagai upaya untuk menghilangkan kecemburuan di antara keduanya.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten/kota pun dalam hal ini juga berhati-hati dalam menanggapi persoalan ini. Kondisi akan berbeda jika menyangkut guru TK yang berstatus sebagai PNS karena mereka ada di basis data dinas sejak awal. Guru TK swasta diberi ruang dan hak yang sama dengan guru TK PNS dalam program sertifikasi guru. Hal inilah yang bisa memicu adanya upaya memasukkan guru PAUD ke dalam program sertifikasi guru. Padahal guru PAUD menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tidak bisa dikategorikan guru (jalur pendidikan formal) yang kemudian diikutkan dalam program sertifikasi. Sementara itu dalam Permendiknas nomor 58 Tahun 2009, jelas bahwa pendidik PAUD jalur pendidikan nonformal juga disebut sebagai guru jika sudah memenuhi kualifikasi.
Persoalannya, jika diloloskan bisa memicu persoalan hukum, namun jika tidak diloloskan akan menimbulkan kecemburuan karena dalam satu lembaga PAUD terpadu.
Kondisi ini perlu diantisipasi oleh berbagai pihak dengan membuat terobosan kebijakan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan antara guru TK dan pendidik PAUD pada lembaga PAUD terpadu. Misalnya dengan memberikan tunjangan atau bantuan kepada pendidik PAUD jalur pendidikan nonformal. Namun demikian upaya untuk memasukkan guru PAUD ke dalam program sertifikasi tetaplah terbuka mengingat sudah diakui dengan sebutan guru dalam Permendiknas nomor 58 Tahun 2009, hanya masih diperlukan perangkat peraturan lagi yang menegaskan guru PAUD nonformal dalam skema sertifikasi guru.
.cpns guru paud jalur formal.kebijakan pemerintah tentang pendidikan non form